Ciri-Ciri Rekan Kerja Passive-Aggressive dan Cara Menyikapinya

Pernahkah Anda merasa ada yang “tidak beres” dengan interaksi Anda di kantor, namun sulit sekali menunjuk di mana masalahnya? Mungkin Anda berhadapan dengan seseorang yang perilakunya membuat suasana kerja jadi kurang nyaman, namun ketika coba dihadapi, mereka justru bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Jika ya, kemungkinan besar Anda sedang berhadapan dengan rekan kerja yang menunjukkan Ciri-Ciri Rekan Kerja Passive-Aggressive dan Cara Menyikapinya. Jangan khawatir, Anda tidak sendiri. Artikel mendalam ini akan menjadi panduan komprehensif Anda untuk memahami, mengenali, dan yang terpenting, menyikapi perilaku ini dengan bijak dan efektif.

Mari kita selami lebih dalam agar Anda bisa kembali bekerja dengan lebih tenang dan produktif.

Sebelum kita mengidentifikasi ciri-cirinya, mari pahami dulu apa itu perilaku passive-aggressive. Sederhananya, ini adalah cara seseorang mengekspresikan kemarahan, frustrasi, atau ketidaksetujuan secara tidak langsung atau terselubung, bukan secara terbuka dan jujur. Alih-alih mengatakan “Saya tidak setuju” atau “Saya marah”, mereka menunjukkan resistensi melalui tindakan yang tidak kooperatif, menghindar, atau bahkan sabotase halus.

Ini adalah bentuk komunikasi yang menantang karena pesan yang ingin disampaikan tersembunyi di balik tindakan yang seolah-olah “normal” atau “tidak sengaja”.

Ciri-Ciri Rekan Kerja Passive-Aggressive yang Sering Terjadi di Lingkungan Kerja

Mengenali perilaku ini adalah langkah pertama untuk menyikapinya. Berikut adalah beberapa ciri khas yang mungkin Anda temukan pada rekan kerja:

1. Penundaan dan Prokrastinasi yang Disengaja

Ini bukan sekadar lupa atau malas, melainkan penundaan yang terjadi berulang kali, terutama untuk tugas yang mereka tidak ingin lakukan atau tidak setuju. Mereka akan memberikan berbagai alasan logis, namun sebenarnya ini adalah bentuk resistensi.

  • Contoh Nyata: Anda meminta laporan paling lambat besok pagi. Rekan kerja Anda berjanji akan menyelesaikannya. Esok hari, laporan tidak ada. Ketika ditanya, ia bisa berkata, “Oh, maaf sekali, saya semalaman ada masalah di rumah dan benar-benar tidak sempat menyentuh laptop. Saya akan usahakan secepatnya,” padahal mungkin ia menghabiskan malam itu dengan bermain game karena tidak setuju dengan tenggat waktu yang Anda berikan.

  • Analoginya: Seperti anak kecil yang diminta membersihkan kamar, ia akan menemukan seribu alasan untuk menunda, bahkan sampai melakukan hal lain yang tidak relevan, daripada langsung mengerjakan tugas tersebut. Ini adalah cara mereka menunjukkan ketidaksetujuan tanpa konfrontasi langsung.

2. “Lupa” atau Mengabaikan Permintaan Penting

Mereka mungkin setuju untuk melakukan sesuatu, namun kemudian “lupa” atau tidak menindaklanjuti. Ini seringkali terjadi pada detail kecil yang vital atau instruksi yang spesifik, yang mana kelupaan tersebut berdampak pada pekerjaan Anda.

  • Skenario: Anda meminta rekan kerja untuk membalas email klien penting dengan informasi X dan Y. Beberapa jam kemudian, Anda cek, email sudah dibalas, namun informasi Y tidak ada. Saat Anda bertanya, ia dengan santai menjawab, “Astaga, saya benar-benar lupa detail itu! Maaf sekali, saya sangat sibuk tadi.” Padahal, mungkin ia sengaja tidak mencantumkannya karena merasa informasi itu tidak perlu atau tidak setuju dengan strategi Anda.

  • Mengapa Ini Passive-Aggressive: Kelupaan sesekali itu wajar, tetapi jika ini terjadi berulang kali, terutama pada hal-hal yang diminta oleh orang yang memiliki otoritas atau orang yang ia “tidak suka”, ini bisa menjadi bentuk resistensi terselubung.

3. Pujian Semu yang Berujung Kritik (Backhanded Compliments)

Mereka akan memberikan pujian yang sebenarnya mengandung ejekan atau kritik tersembunyi, seringkali dengan senyum di wajah.

  • Contoh Kasus: Setelah presentasi Anda yang sukses, rekan kerja Anda berkata, “Wah, presentasimu bagus sekali! Saya tidak menyangka kamu bisa berbicara di depan umum seperti itu, mengingat kamu biasanya cukup pendiam.” Pujian di awal, namun disusul dengan pernyataan yang meragukan kemampuan Anda sebelumnya.

  • Efeknya: Ini membuat Anda merasa tidak nyaman dan meragukan diri sendiri, alih-alih merasa diapresiasi. Pesan yang sebenarnya ingin disampaikan adalah kritik atau meremehkan, namun dibungkus dengan cara yang sulit untuk diperdebatkan.

4. Sikap Diam atau Menarik Diri (Silent Treatment/Stonewalling)

Ketika ada konflik atau ketidaksepakatan, alih-alih mendiskusikannya, mereka memilih untuk diam, menghindar, atau menolak berinteraksi. Ini bisa berlangsung lama dan menciptakan suasana tegang.

  • Situasi Kerja: Anda sedang mendiskusikan masalah proyek dan ingin mendapatkan masukan dari rekan kerja Anda. Ia hanya duduk diam, menghindari kontak mata, dan ketika ditanya, ia hanya menjawab “Terserah” atau “Tidak ada masalah dari saya,” padahal ekspresi wajahnya jelas menunjukkan ketidakpuasan. Setelah rapat, ia mungkin mengeluh kepada rekan lain tentang keputusan yang diambil tanpa pernah menyuarakan pendapatnya di forum.

  • Implikasinya: Ini sangat merusak kolaborasi karena mematikan komunikasi dan membuat orang lain kesulitan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi atau apa yang mereka inginkan.

5. Menyalahkan Orang Lain dengan Cara Tidak Langsung

Ketika terjadi kesalahan atau masalah, mereka akan mencari kambing hitam tanpa secara langsung menunjuk jari, seringkali dengan sindiran atau komentar umum yang mengarah pada orang lain.

  • Contoh: Deadline proyek terlewat karena ada bagian yang belum selesai. Rekan kerja passive-aggressive akan berkata, “Sepertinya komunikasi kita kurang efektif ya, jadi ada bagian yang terlewatkan.” Alih-alih mengakui perannya dalam kelalaian, ia mengalihkan fokus pada “komunikasi” yang abstrak, membuat orang lain merasa bertanggung jawab secara tidak langsung.

  • Perhatikan: Mereka jarang sekali mengambil tanggung jawab penuh atas kesalahan mereka sendiri, dan lebih suka menggunakan bahasa yang ambigu untuk menggeser kesalahan.

6. Sarkasme dan Humor Negatif

Mereka sering menggunakan sarkasme atau lelucon yang meremehkan untuk menyampaikan kritik atau rasa tidak suka, dan jika Anda tersinggung, mereka akan menganggap Anda terlalu sensitif.

  • Studi Kasus: Anda baru saja mengusulkan ide inovatif dalam rapat. Rekan kerja tersebut mungkin menyela dengan senyum sinis, “Wow, ide yang sangat orisinil! Pasti butuh waktu lama untuk memikirkannya, ya?” dengan nada yang jelas menunjukkan bahwa ia meremehkan ide Anda. Jika Anda terlihat kesal, ia mungkin akan berkata, “Santai saja, cuma bercanda kok!”

  • Tujuan Tersembunyi: Ini adalah cara yang aman bagi mereka untuk melampiaskan agresi tanpa harus menghadapi konsekuensi langsung, karena bisa dengan mudah dibela sebagai “hanya bercanda.”

7. Membangkang secara Terselubung (Subtle Sabotage)

Mereka akan setuju melakukan sesuatu, namun kemudian sengaja melakukan pekerjaan tersebut dengan buruk, tidak lengkap, atau dengan cara yang malah merugikan proyek, sehingga Anda atau tim harus turun tangan memperbaikinya.

  • Contoh Nyata: Anda mendelegasikan tugas penting untuk membuat presentasi kepada rekan kerja ini. Ia mengangguk setuju. Namun, ketika presentasi diserahkan, isinya berantakan, data tidak akurat, atau ada bagian yang sengaja dilewatkan. Ketika Anda menanyakannya, ia mungkin menjawab, “Oh, saya pikir Anda inginnya begini,” atau “Saya kan sudah mengerjakannya,” seolah-olah sudah memenuhi kewajiban, padahal hasilnya jauh dari standar.

  • Motivasinya: Ini adalah cara mereka menunjukkan penolakan atau ketidakpuasan terhadap tugas atau orang yang memberi tugas, tanpa harus menolak secara langsung. Mereka “mengerjakan” tugasnya, tetapi dengan cara yang menyabotase keberhasilan.

Tips Praktis Cara Menyikapi Rekan Kerja Passive-Aggressive

Menghadapi perilaku ini bisa sangat menguras energi. Namun, ada beberapa strategi yang bisa Anda terapkan untuk melindungi diri dan menjaga produktivitas:

  • A. Kenali Polanya, Jangan Ikut Terpancing: Pahami bahwa ini adalah pola perilaku mereka. Jangan biarkan emosi Anda terpancing. Reaksi emosional justru bisa memperkuat perilaku passive-aggressive mereka.

  • B. Komunikasi Langsung dan Spesifik (Fokus pada Perilaku, Bukan Niat): Alih-alih menuduh niat (“Kamu sengaja ya!”), fokus pada dampak perilaku mereka. Gunakan kalimat “Saya merasa…” atau “Ketika X terjadi, dampaknya pada saya adalah Y.”

    • Contoh: Daripada mengatakan, “Kamu sengaja menunda laporan ini!”, coba katakan, “Saya perhatikan laporan X belum selesai, dan ini berdampak pada tenggat waktu proyek Z. Bisakah kita diskusikan apa hambatannya dan bagaimana kita bisa memastikan ini tidak terulang?”

  • C. Tetapkan Batasan yang Jelas dan Tegas: Beri tahu ekspektasi Anda dengan sangat jelas, bahkan sampai detail terkecil. Jangan biarkan ruang untuk interpretasi ganda.

    • Contoh: “Saya butuh laporan ini paling lambat pukul 10 pagi besok. Jika ada masalah yang menghambat, mohon informasikan kepada saya sebelum pukul 5 sore ini agar kita bisa mencari solusi.”

  • D. Dokumentasikan Semua Interaksi Penting: Catat tanggal, waktu, apa yang diminta, dan apa responsnya. Ini penting sebagai bukti jika situasi memburuk atau Anda perlu melibatkan atasan/HR.

    • Saran: Gunakan email atau pesan tertulis untuk permintaan penting agar ada jejak digital yang jelas.

  • E. Jaga Jarak Emosional: Jangan mengambil perilaku mereka secara pribadi. Ingat, ini adalah cara mereka mengatasi masalah mereka sendiri, bukan tentang Anda. Jaga profesionalisme dan fokus pada pekerjaan Anda.

  • F. Cari Dukungan dari Atasan atau HR (Jika Perlu): Jika perilaku mereka terus-menerus merugikan kinerja tim atau menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, jangan ragu untuk berbicara dengan atasan Anda atau departemen HR. Sajikan fakta dan dokumentasi yang Anda miliki.

FAQ Seputar Ciri-Ciri Rekan Kerja Passive-Aggressive dan Cara Menyikapinya

Q: Apa bedanya perilaku passive-aggressive dengan agresi terbuka?

A: Agresi terbuka mudah dikenali: marah-marah, berteriak, mengancam, atau menyerang secara langsung. Passive-aggressive adalah agresi yang “terselubung” atau tidak langsung. Alih-alih konfrontasi, mereka menunjukkan ketidaksetujuan melalui penundaan, kelupaan “sengaja”, sarkasme, atau tindakan yang menghambat secara tidak langsung. Tujuannya sama-sama untuk melampiaskan kemarahan atau kontrol, namun caranya berbeda.

Q: Mengapa seseorang bersikap passive-aggressive?

A: Ada banyak alasan, seringkali karena mereka takut konfrontasi langsung, tidak memiliki keterampilan komunikasi yang efektif, atau merasa tidak berdaya sehingga mencari cara tidak langsung untuk menegaskan kontrol. Bisa juga berasal dari pengalaman masa lalu di mana agresi langsung dihukum atau tidak efektif.

Q: Bisakah saya mengubah rekan kerja passive-aggressive?

A: Anda tidak bisa secara langsung mengubah orang lain, tetapi Anda bisa mengubah cara Anda merespons dan berinteraksi dengan mereka. Dengan menetapkan batasan yang jelas, berkomunikasi secara asertif, dan tidak terpancing emosi, Anda bisa mendorong mereka untuk menghadapi masalah secara lebih langsung atau setidaknya meminimalkan dampak negatif perilaku mereka pada Anda.

Q: Kapan saya harus melibatkan atasan atau HR?

A: Libatkan atasan atau HR jika perilaku passive-aggressive rekan kerja tersebut: (1) secara signifikan merusak produktivitas tim atau proyek, (2) menciptakan lingkungan kerja yang toksik dan tidak nyaman, (3) Anda sudah mencoba berbagai strategi pribadi namun tidak ada perubahan, atau (4) berdampak negatif pada kesehatan mental Anda. Pastikan Anda memiliki dokumentasi yang jelas.

Q: Apakah semua orang yang menunda-nunda pekerjaan adalah passive-aggressive?

A: Tidak selalu. Prokrastinasi bisa disebabkan oleh banyak hal, seperti manajemen waktu yang buruk, kurangnya motivasi, atau beban kerja yang berlebihan. Perbedaannya terletak pada niat di baliknya. Jika penundaan itu adalah bentuk resistensi yang disengaja untuk menunjukkan ketidaksetujuan atau kemarahan tanpa konfrontasi, maka itu cenderung passive-aggressive. Jika itu hanya kebiasaan buruk yang tidak disengaja untuk melampiaskan perasaan, itu lebih ke prokrastinasi biasa.

Kesimpulan

Menghadapi Ciri-Ciri Rekan Kerja Passive-Aggressive dan Cara Menyikapinya memang tidak mudah dan seringkali menguji kesabaran. Namun, dengan pemahaman yang tepat tentang apa itu passive-aggressive, ciri-cirinya, dan strategi yang efektif, Anda bisa mengelola situasi ini dengan lebih baik.

Ingatlah bahwa Anda memiliki kendali atas bagaimana Anda merespons, dan dengan menerapkan komunikasi yang asertif serta menetapkan batasan yang jelas, Anda tidak hanya melindungi diri Anda sendiri, tetapi juga berkontribusi pada lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.

Jangan biarkan perilaku ini merenggut energi dan semangat Anda. Mulailah terapkan tips ini hari ini dan rasakan perbedaannya. Lingkungan kerja yang positif dimulai dari diri kita sendiri!

Cek Berita dan Artikel Teknologi paling update! Ikuti kami di  Google News miui.id, Jadilah bagian komunitas kami!